Badan Ketahanan Pangan : Ekspor GKG Capai 20 Persen Per tahun

Berdasarkan hasil perhitungan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Lampung,dalam  setiap tahun ekspor Gabah Kering Giling (GKG) mencapai 20 persen dari total produksi. Jika dihitung dari total hasil empat juta ton misalnya, maka kerugian yang ditanggung mencapai miliaran rupiah.

Kepala BKP provinsi Lampung Kusnardi mengatakan, perkiraan kerugian tersebut sumbernya berasal dari hasil sekam, dedak dan upah giling yang tidak dilakukan di Lampung. “ Ya,untuk hasil sekam aja 15 sampai 20 persen, kemudian hasil dedak atau bekatul delapan sampai 12 persen, ditambah dengan upah giling juga masuk ke daerah tujuan pengiriman gabah,” ujarnya dalam rapat yang digelar di ruang rapat asisten Setda Provinsi Lampung, Senin (31/8).

Untuk memproteksi hasil pertanian di Lampung agar tidak mengalami kerugian, sambungnya, maka pihaknya sedang melakukan pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) distribusi gabah. Salah satu poin pentingnya, kata dia, setiap GKG yang keluar dari Lampung akan dikenakan distribusi 10 persen dari pengeluaran. “Jadi pajaknya dikenakan sesuai dengan jumlah yang keluar,”  ungkapnya.

Disinggung mengenai apakah pembuatan perda tersebut tidak akan menuai masalah baru? Kusnardi menyebutkan pihaknya yakin tidak akan terjadi. Sebab mengingat beberapa provinsi lainnya telah menerapkan aturan serupa, baik untuk pertanian maupun perternakan. “Contohnya seperti Jawa Timur, disana Dinas Kesehatan Hewannya menyiapkan aturan agar sapi anakan tidak dijual.

Nah hal serupa bisa juga kiterapkan sesuai dengan undang-undang pangan, kita berhak membuat peraturan itu,” jelasnya.

Sementara Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Lampung, Medi Istianto mengaku, pihaknya menyambut baik akan adanya perda itu. Sebab selama ini banyak hasil gabah yang panen keluar Lampung, seperti ke Serang Banten, dan Sumatera Selatan.

Penjualan ke luar Lampung itu, sambungnya, bukan tanpa alasan tapi karena akibat persaingan dagang yang makin tinggi. Bahkan terkadang, gabah petani yang masih berada di sawah sudah dibeli oleh tengkulak dari luar daerah. “Sementara kalau kita melihat dari keinginan para petani, mereka ingin pembayaran secara cash,” tuturnya. (HD)

Sumber foto : http://bandung247.com/img_post/L_2655.jpg